Kamis, 20 Desember 2012
Untukmu Agamamu, Untukku Agamaku
“Maaf, aku
puasa..” jawabku pada Steve yang menawariku makan.
Steve hanya diam
dan meminta maaf. Maklum lah dia beragama nasrani, ia tak mengerti dan tak
mengetahui bahwa hari Senin ini aku tengah melaksanakan puasa Senin-Kamis.
Steve ini anak baru di sekolahku. Kurang lebih sudah hampir 3 minggu ia
bersekolah di sekolahku. Dia satu-satunya murid laki-laki beragama nasrani
dikelasku. Jangan kaget, ini sungguhan. Aku bersekolah di Sekolah Menengah
Kejuruan Kartika Kusuma, terletak di Jakarta bagian Timur. Saat ini aku duduk
di kelas 11 SMK, aku mengambil jurusan perhotelan. Aku memperdalam ilmu menjadi
seorang chef. Begitupun teman-teman sekelasku. Kami semua saling membantu dalam
segala hal, yang pandai harus membantu yang kurang pandai dan yang lebih pandai
harus membantu yang pandai. Persahabatanku dengan semua teman-teman kelasku
sudah seperti kuntilanak dan kostum putih panjang yang selalu menemani setiap
penampilannya, hihi. Ibaratnya seperti itu, jadi kita semua benar-benar saling
melengkapi satu dengan yang lainnya.
Oke, sekarang ku
kenalkan nama sahabat-sahabatku. Yang pertama, Wisnu, cowok gendut yang amat
sangat rajin membaca al-Qur’an ini sangat pandai dalam hal memotong-motong
bahan-bahan masakan bahkan dalam slices terkecil. Kemudian ada Nindy, cewek
manis yang gemar berdekorasikan bentuk jilbabnya. Ia bisa merangkai jilbab yang
tadinya biasa bahkan amat sangat biasa menjadi luar biasa, aku dan teman-teman
yang lain sering memuji penampilannya. Yang ketiga, ada Mauren, cewek imut
beragama nasrani ini amat sangat menghargai perbedaan agama diantara semua
anak-anak kelas. Bahkan ia senang adanya perbedaan agama diantara kami, ia
bilang itu semua adalah perbedaan yang membuat kita semua bisa lebih mengerti
antara agama satu dan yang lainnya. Disusul Jihan, cewek jutek ini adalah cewek
yang paling ditakuti dikelas, hihi. Sebenarnya ia engga jutek, ia hanya ingin
orang-orang itu tak menggapnya rendah. Ia pernah menjadi juara kelas di
kelasku. Kemudian ada Robbi, cowok ganteng yang playboy ini amat sangat
memiliki sifat yang berlebihan, kalo kata anak-anak muda jaman sekarang sih
“lebay” . Ya, dia dekat dengan banyak cewek di sekolah ini. Dan banyak pula
yang kena perangkap rayuan mautnya, haha. Tapi ia mempunyai sifat solideritas
yang tinggi. Segitu aja kali ya aku kenalin teman-teman dekatku, hihi.
Sekarang kenalan
sama aku yuk, hihi. Namaku Sulis, nama panjangku Rahmania Sulis Al-Wardha.
Bagus ya? Hihi. Aku pun telah berterima kasih pada Ibu dan Ayah yang telah
menghadiahkan nama indah itu untukku. Aku terlahir di dunia ini tanggal 14
Februari 1995. Kata Ibu, aku lahir pada saat banyak orang-orang merayakan “Hari
Valentine” . Pada tahunku yang kelima, aku bertanya-tanya pada Ibu, apa itu
Valentine. Ibu hanya menjawab, “Suatu saat nanti, saat umurmu mulai dewasa,
kamu akan tau apa itu Valentine. Ibu gak akan jawab itu sebelum kamu tau dengan
sendirinya” . Ya dan sampai pada usiaku yang hampir menginjak 17tahun ini, aku
sudah mengetahui apa itu Valentine. Tapi aku hanya mengetahui, belum memahami
apa itu Valentine. Ah sudahlah, jangan bahas Valentine dulu, hihi.
Aku mempunyai hobi
memasak dan menulis. Entah bagaimana cara menyatukan kedua hobiku itu. Tapi aku
memang menggemari keduanya. Alasan ku menyukai memasak, pertama karena memasak
itu adalah kemampuan yang harus dimiliki semua wanita. Benarkah itu? Kata Ibu
sih begitu, hehehe. Kedua, memasak adalah awal dari kekayaan seseorang. Kenapa
bisa begitu? Karena semakin pandai kamu merangkai makanan yang biasa menjadi
makanan yang dapat bernilai tinggi. Sedangkan menulis, aku suka menulis karena
gak butuh banyak uang untuk melaksanakannya. Hanya butuh satu lembar kertas dan
satu buah pensil, eh lupa jangan lupa penghapus karetnya ya. Aku senang menulis
apapun yang ku dengar, ku lihat, bahkan yang ada di mimpiku. Terkadang aku suka
mengkhayal, membayangi namaku terpampang di sebuah Restaurant terkenal sebagai
Master Chef. Tapi bersamaan dengan itu, namaku terpampang juga dibanyak
toko-toko buku, menjadi penulis dengan buku terlaris, hehe. Apa salahnya
mengkhayal? Mungkin itulah pintu gerbang dari kesuksesanku..
Sekarang waktunya
ku kenalkan Steve. Seperti di awal tadi, aku sudah bilang Steve adalah anak
baru di sekolahku. Nama panjangnya agak ribet ya, Robertinus Steven
Simanjuntak. Gak ribet sih, mungkin aku masih asing dengan nama itu, hihi.
Steve mempunyai sifat yang cenderung pendiam. Ah mungkin ia masih malu-malu
karena belum terbiasa dengan suasana di sekolahku ini. Aku dan Mauren adalah
orang yang paling dekat dengan Steve. Kalau dengan Mauren mungkin karena mereka
memiliki agama yang sama. Steve memiliki mata yang bagus, berwarna coklat.
Rambutnya rapi menunjukkan pribadinya yang menyukai kebersihan. Ia pun memiliki
senyum yang indah, jujur aku menyukai senyuman itu, hihi.
***
“Maaf Lis, aku gak
tau..” jawab Steve sambil menaruh kue bolunya yang ia bawa dari rumah.
“Gak apa-apa
Steve, biasa aja kali, hehe...” jawabku santai
Steve menutup
bekal makannya. Mungkin ia merasa bersalah padaku.
“Shalat yuk
Lis....” kata Wisnu sambil menepuk pundakku
“Eh iya udah
dzuhur ya Wis? Yuk, Jihan sama Robi mana?”
“Mereka udah
duluan, yuk..” ajak Wisnu lagi
Aku pun mengambil
mukena ku di dalam tas.
“Aku shalat dulu
yaa Steve..” ujarku pada Steve Steve menggangguk.
Aku pun keluar
kelas bersama Wisnu dan teman-teman yang lainnya untuk bergegas menyempurnakan
hidupku, Shalat. Di masjid, aku segera menghampiri Jihan yang sedang mengantri
mengambil air wudhu.
“Ih ninggalin aku
sih..” kataku pada Jihan yang sedang melepas jilbabnya
“Hehehe abisnya
tadi kamu lagi ngobrol asyik banget sama Steve. Aku gak enak ganggunya..”
jawabnya sambil cengar-cengir Aku hanya tersenyum-senyum.
Seusai berwudhu.
Aku melaksanakan kewajibanku sebagai umat muslim. Aku shalat dulu
ya....
Setelah shalat,
aku membereskan mukenaku dan memakai kembali jilbabku.
“Kayaknya Steve
suka sama kamu deh Lis..” kata Jihan tiba-tiba.
“Apaan sih Han.
Aku aja baru kenal dia..” jawabku santai
“Ketauan dari cara
dia ngajak kamu ngomong, hehe..” lanjutnya Aku hanya tertawa-tawa dan
meneruskan merapihkan jilbabku.
Kami berdua keluar
dari masjid. Saat hendak memakai sepatu tiba-tiba saja Mauren menghampiriku.
“Hei, udah selesai
shalatnya? Aku nungguin kalian, hehe..” sapanya ramah
“Udah kok Ren, yuk
kita ke kantin..” jawab Jihan
“Eh aku mau ke
kelas aja ya, aku kan lagi puasa. Hehehe..” jawabku sambil berdiri
“Iya Lis, aku ke
kantin ya..” kata Mauren kemudian berlalu dariku.
Aku pun menuju ke
kelas. Di perjalanan menuju kelas, aku ketemu sama Nindy. Ia sedang asyik
bercengkrama dengan Ayas. Ketua Osis sekolahku. Jujur, sudah sejak lama aku
memendam perasaan padanya. Aku menyukainya, entah ini sebatas suka atau ada
perasaan lain. Sayang? Enggak. Aku masih belum memendam sayang padanya, belum
ya, berarti suatu saat nanti mungkin saja sayangku sudah mengalir untuknya.
“Assalamualaikum
Nindy, Ayas..” sapaku pada keduanya
“Waalaikumsalam
Sulis...” jawab keduanya
“Lagi pada
ngomongin apa? Kayaknya asyik banget..”
“Hehehe, engga kok
Lis. Kita cuma lagi ngomongin buat persiapan Maulid Nabi bulan depan..” jawab
Ayas
Oh iya aku, Nindy,
Jihan, Wisnu dan Robi tergabung dalam Rohis di sekolahku. Ya, Rohani Islam.
Setiap bulannya kami selalu mengadakan acara-acara bernuansa Islam. Seperti
bulan ini, kami mengadakan bazar buku Islami di sekolah kami. Semua orang boleh
datang, siapa pun tanpa di pungut biaya. Kecuali mereka yang membeli
buku-bukunya. Aku bertugas sebagai sekertaris, Nindy bertugas sebagai ketua
sedangkan Jihan, Wisnu dan Robi adalah anggota. Awal perkenalanku dengan Rohis
ini adalah saat aku akrab dengan Nindy. Ia mengajakku untuk ikut Rohis, katanya
Rohis itu mengasyikkan. Benar saja, menulis salah satu hobiku dapat tersalurkan
disini. Aku sering mengisi mading Rohis, tentang semua tulisan-tulisanku entah
itu puisi, cerpen apapun itu.
“Oh iya emang
gimana rencananya buat Maulid Nabi nanti?” tanyaku pada Ayas
“Kita sih lagi
ngomongin tentang lomba busana muslim, dan juga nanti kita adain bazar makanan.
Dan masih banyak rencana-rencana lainnya, kamu ada ide Lis? Tapi nanti kita
bakalan rapat kok buat ngomongin ini..” jelas Ayas
“Oke. Aku juga ada
beberapa ide kok. Nanti aja di omongin kalo lagi ngumpul..” jawabku
“Okedeh. Yaudah
deh Yas, aku ke kelas dulu ya. Yuk Lis..” kata Nindy sambil menarik tanganku.
“Iya. Nanti
dikasih tau kalo ngumpul..” jawab Ayas
“Assalamualaikum..”
kataku dan Nindy bersamaan
“Waalaikumsalam..”
jawab Ayas
Aku dan Nindy pun
berlalu.
“Kamu suka sama
Ayas ya Nin?” tanyaku pada Nindy Nindy tertawa, “Hahaha engga kok Lis, kok kamu
nanyanya gitu sih?” “Iya abis tadi aku ngeliat kamu ngobrol sama Ayas deket
banget, hehe..” “Udah ah gak usah di bahas, masuk kelas aja yuk..” jawabnya
santai
Dikelas, Steve
masih duduk dengan kotak makan di depannya. Nindy duduk di tempat duduknya,
tepat dibelakang tempat dudukku.
“Gak ke kantin
Steve?” tanyaku pada Steve
Steve menggeleng,
“Engga, hehe kan udah bawa bekal dari rumah..” jawabnya
Aku pun duduk di
samping Steve. Bu Guru menyuruh Steve duduk disampingku. Walau baru beberapa
hari mengenalinya, dia sudah cerita banyak padaku. Tentang keluarganya, bahkan
tentang cewek yang pernah menemani hidupnya. Hahaha agak lebay sih, sebut aja
mantan pacarnya. Dia pernah bercerita bahwa ia masih menyayangi mantan pacarnya
itu, namanya Indah. Perbedaan agama yang memaksakan mereka untuk menyudahi
hubungan yang telah dijalani, aku ingat Steve pernah menanyakan padaku tentang
larangan berpacaran ditengah-tengah perbedaan agama.
“Apa agama adalah
pengahalang terbesar dalam suatu hubungan? Haruskah memutuskan sesuatu yang
telah dijalani dengan tulus?” tanyanya disuatu siang
Aku menjawabnya
dengan santai, “Gak ada larangan kok antara satu manusia dengan lawan jenisnya untuk
saling menyayangi. Tapi terkadang, gak semua yang kita inginkan itu berjalan
sesuai kenyataan..”
“Aku sayang sama
Indah! Tapi perbedaan agama yang memaksaku untuk memutuskan hubunganku..”
katanya
“Jangan menyerah
akan suatu masalah. Kamu akan nemuin masalah yang lebih besar dari masalah yang
sekarang kamu anggep besar ini. Semua ada jalannya, kita di ciptain
berpasang-pasangan. Jadi mungkin, kamu belum nemuin pasangan kamu sekarang ini
dan mungkin Indah itu adalah salah satu orang yang beruntung bisa sempat
menjadi pasanganmu walau akhirnya semuanya gak sesuai keinginanmu..” jelasku
panjang lebar
Sejak percakapanku
itu, Steve sekarang sudah hampir mengerti perbedaan agama dalam suatu hubungan
itu.
“Kriiingggg...Kringg...”
bel berdering.
Wisnu, Nindi,
Mauren, Jihan, Robi beserta anak-anak lainnya masuk ke kelas. Ku duduk di
tempat dudukku. Steve mengambil buku dari dalam tasnya dan menaruhnya di tas.
Pelajaran terakhir hari ini adalah Food and Beverage . Bu Chatrine mengisi
pelajaran ini. Oke aku siap menerima pelajaran terakhir di hari ini.. Selamat
belajar kawan...
Bel berdering lagi
menandakan waktunya pulang telah tiba. Cukup lelah menjalani hari ini.
“Pulang sama siapa
Lis?” tanya Steve.
“Oh aku pulang
sama Nindy. Kenapa Steve?”
“Emm, enggak sih.
Aku cuma mau ajak pulang bareng aja..” jawabnya
“Lain kali ya
Steve, aku duluan ya..” kataku sambil berjalan menyusul Nindy yang sudah keluar
kelas duluan.
Steve masih tetap
memperhatikanku sampai aku keluar kelas. Ada sesuatu yang tersembunyi dibalik tatapan
Steve. Ah entah apa itu...
“Aku pulang sama
Ayas Lis, maaf ya...” kata Nindy sesaat setelah aku berdiri disampingnya.
Ayas. Aku terdiam
sebentar mendengar nama itu. Ada satu kata dihatiku, cemburu. Ya Allah jauhkan
rasa cemburu ini...
“Oh gitu, yaudah
deh Nin. Aku duluan ya..” jawabku kemudian berlalu meninggalkan Nindy.
Ketika mulai jauh,
aku memperhatikan Nindy yang tengah menunggu Ayas di depan kelas. Ya Ayas pun
datang, ia menghampiri Nindy. Ah aku ingin menangis menyaksikan itu. Nindy dan
Ayas pergi dari depan kelas dan kemudian melangkah menuju parkiran. Mereka
berdua kelihatan amat sangat dekat, apa mereka sedang menjalani suatu hubungan?
Enggak. Aku tau Nindy, dia hanya ingin bersahabat dengan banyak cowok. Ia belum
ingin menjalani masa-masa pacaran. Tapi apa semua ucapannya itu benar? Buktinya
sekarang ia seperti sedang menjalani suatu hubungan sama Ayas. Entah ia ada
hubungan dengan Ayas atau tidak, yang jelas aku cemburu... Ya Allah, buang rasa
cemburu ini. Sadarkan aku, Ayas bukanlah siapa-siapa dalam hidupku...
Aku segera
mengalihkan pandanganku. Aku mulai bingung ingin pulang sama siapa. Naik taksi?
Ah mending naik angkot deh. Aku pun segera menyetop angkot di depan gang
sekolah. 5 menit sudah ku berdiri dipinggiran jalan ini, akhirnya angkutan
bewarna merah itu pun datang menjemputku.
Di angkot,
handphoneku bergetar. Satu pesan dari Steve.
“Kamu cantik hari
ini Sulis...”
Aku
tersenyum-senyum tak berarti. Apa maksudnya sms ini? Ah dasar Steve.
Aku pun
mengacuhkan sms itu. 10 menit perjalanan dari sekolah menuju rumahku. Aku pun
turun dari angkot, dan kemudian masuk ke rumahku. Hihi, rumahku memang terletak
di pinggir jalan raya, strategis. Aku pun langsung menuju kamarku untuk
merebahkan badan ini. Jangan kaget ya, rumahku memang sepi. Ayah dan Ibuku
bekerja. Keduanya seorang Guru, mereka baru pulang saat sore nanti. Jadi aku
pun di rumah hanya berdua bersama mbak yang biasa membantu Ibu membereskan
pekerjaan rumah.
Di kamar, ku lihat
kalenderku.
“1 Februari
2012..”
Hem, 13 hari lagi
ulang tahunku. Sweetseventeen ku, hehe. Ku rebahkan diriku dikasurku. Ku
nyalakan kipas angin, ah penatnya hari ini. Aku pun tertidur. Di tidur, ku
bermimpi ada seseorang yang menyatakan perasaan kagumnya pada diriku, tapi aku
tak mengetahui siapa seseorang itu.
“Bangun Lis, udah
sore. Mandi sana..” suara Ibu membangunkanku
Aku pun membuka
mata dengan malas. Ingin rasanya aku berteriak, “Ibu, aku masih ngantukkk...”
Hahaha. Aku segera duduk di kasurku. Mengumpulkan nyawaku yang hilang saat aku tertidur
lagi, ku ingat-ingat mimpiku tadi. Siapa seseorang itu? Apa mungkin Ayas?
Ah tak lah, aku udah gak terlalu mengharapkannya. Entah siapa seseorang itu
yang jelas itu hanyalah sebuah mimpi...
Aku segera
bergegas mandi. Kemudian shalat maghrib berjama’ah bersama Ayah dan Ibu.
Disusul makan malam. Ayah bertanya-tanya tentang sekolahku hari ini. Aku pun
menceritakan semuanya termasuk rencana-rencanaku untuk peringatan maulid nabi
tahun ini, tanggal 10 Februari nanti, tapi sekolahku merayakan peringatannya
tanggal 14 Februari. Rencana ini belum aku salurkan dalam rapat rohis, tapi
lebih baik ku salurkan pada Ibu dan Ayah. Aku berencana akan mengadakan lomba
menulis puisi bertemakan islam dan yang menang akan mendapatkan hadiah khusus
dariku karena tanggal 14 itu adalah hari jadiku yang ke tujuhbelas, hehe. Ayah
dan Ibu menyetujui rencanaku itu. Ah semoga teman-teman yang lain pun setuju.
Ku cek
handphoneku. Satu pesan dari Ayas, menyuruhku untuk ikut rapat besok hari. Ku
tengok jam ternyata sudah hampir malam, pukul 21:00 . Aku pun bersiap untuk
kembali tidur. Selamat datang dunia mimpi...
***
“Sulis bangun.
Shalat subuh dulu yuk..” Ibu membangunkan ku yang tengah asyik mengarungi
mimpi.
Aku pun bangun dan
segera mengambil air wudhu. Ku siap mengawali pagiku ini. 4 sujudku untukmu
Maha Agung...
Selamat pagi 2
Februari ! :D
“Sulis, jangan
lupa nanti sebelum shalat dzuhur, kita rapat. Bilang ke yang lain ya..” kata
Ayas kepadaku sesaat sebelum aku masuk ke kelas.
Aku mengangguk.
Kemudian masuk ke dalam kelas.
Pagiku hari ini ku
cukup menawan, Ayas orang pertama yang menyapaku di pagi ini. Aku kembali
teringat lagi akan mimpiku kemarin, ada seseorang yang menyatakan rasa kagumnya
padaku. Apakah Ayas orangnya? Entah...
“Pagi Sulis..”
sapa Steve kepadaku saat aku duduk di kursiku
“Iya..” jawabku
sedikit pelan
Pelajaran pertama
hari ini Bahasa Indonesia. Bu Mirna masuk ke kelas dan pelajaran pun di mulai..
Bu Mirna adalah salah satu guru yang ku gemari, kepandaiannya merangkai
kata-kata hingga membentuk suatu keindahan membuat ku terkagum-kagum pada semua
hasil puisinya, aku banyak belajar dari Bu Mirna. 3 jam pagi ini di awali
dengan pelajaran mengolah kata. Setelah itu, dilanjutkan pelajaran kepribadian.
Dimana kepribadian kita dalam berbusana, berbicara, bersikap sopan santun amat
sangat diperhatikan dalam pelajaran ini. Karena kami semua disini adalah
calon-calon Chef yang mana harus memperhatikan kepribadian yang baik.
“Robi, nanti kita
rapat rohis buat ngomongin acara Maulid tanggal 14 nanti..” kataku pada Robi
sesaat setelah pelajaran kepribadian selesai
“14? Ulang tahun
kamu kan Lis?” jawab Robi sambil duduk di sampingku
Aku menggangguk.
Sepertinya Steve
mendengar percakapanku dengan Robi.
“Kamu ulang tahun
tanggal 14 nanti?” tanya Steve padaku
“Iya, kenapa
emangnya?” jawabku
“Wah enak ya.
Lahirnya pas banget di hari Valentine..” katanya memancarkan senyuman indah
miliknya
Aku tertawa-tawa.
Kemudian berkata, “Hehehe, Valentine? Aku muslim Steve, aku gak ngerayain
itu..”
Steve diam
kemudian bertanya, “Orang islam gak boleh ngerayain Valentine? Kenapa?”
Robi menjawab
pertanyaan Steve,
“Valentine itu
hari kasih sayang ya? Bukankah kasih sayang itu gak mengenal hari? Mungkin itu
hanya sebagai lambang aja, dan dalam agama Islam juga gak di wajibkan merayakan
Valentine..”
“Oooooh, gitu
ya...” jawabnya dengan mulut yang membentuk O
Ayas masuk ke
kelas memanggilku, Nindy, Wisnu, Robi dan Jihan untuk mengadakan rapat. Aku pun
segera memanggil Nindy dan Jihan yang sedang asyik bercanda di meja belakang.
Dimana Wisnu?
“Wisnu dimana
Robi?” tanyaku pada Robi
“Ke kamar mandi
kali..” jawab Robi santai sambil membaca komik miliknya
“Nindy, Jihan yuk
kita rapat. Udah di tungguin sama Ayas tuh..” kataku pada Nindy dan Jihan
“Mau kemana Lis?”
tanya Steve
“Mau rapat buat
Maulid..” jawabku singkat lalu pergi.
Di luar kelasku,
Ayas dan anak-anak rohis lainnya telah menungguku dan teman-teman yang lain.
“Yaudah yuk ke
ruang rohis..” kata Ayas kepada semuanya.
Aku dan yang lain
pun mengikuti Ayas menuju ruang rohis.
“Kamu pasti udah
bikin rencana banyak ya buat acara Maulid nanti?” tanya Jihan kepadaku
Aku hanya
tertawa-tawa tanpa menjawab.
Sesampainya di
ruang rohis.
“Sekarang kita
mulai aja ya rapatnya, ada yang punya usul gak buat acara Maulid tanggal 14
nanti?” tanya Ayas membuka rapat
“Aku. Aku
rencananya pengen ngadain lomba nulis puisi islami Yas, terus juga aku nanti
mau ngasih hadiah khusus buat pemenang, kan tanggal 14 itu aku ulang tahun.
Gimana? Setuju?” kataku menjawab pertanyaan Ayas
Ayas menggangguk.
Anak-anak yang lain pun menggangguk. Ya, ideku di setujui...
***
Pagi, 14 Februari
2011 . “Selamat ulang tahun Sulis..” pesan singkat dari teman-temanku meramaikan
handphoneku.
Ya, hari ini
usiaku 17 tahun. Terima kasih ya Allah sudah memberikan nafas hingga usiaku
yang ke 17 ini. Selamat pagi dunia, selamat pagi Sulis.. Semoga hari ini
menjadi harimu...
Semua persiapan
telah selesai. Panggung acara telah di pasang dari kemarin, semua anak-anak
yang beragama islam berpakaian muslim. Aku masih sibuk mengurusi semua
persiapan untuk lomba menulis puisi islami..
“Loh? Kamu kok
sekolah Steve?” tanyaku pada Steve yang sedang duduk di taman sekolah
“Emang gak boleh
ya? Aku mau ngasih sesuatu buat kamu..” jawabnya
“Apa?”
“Nih..” katanya
sambil menjulurkan kotak bewarna merah jambu.
Aku mengerutkan
dahiku, “Ini apa? Buat aku?”
Steve menggangguk.
“Aku suka sama
kamu Sulis, aku tau kita gak akan bisa pacaran. Aku cuma pengen jujur..”
katanya
Aku kaget,
“Ya ampun Steve.
Terus ini maksudnya apa?” jawabku sambil menggoyang-goyangkan kotak merah jambu
itu ditanganku “Selamat valentine. Eh salah selamat ulang tahun ya...” katanya
memancarkan senyuman mautnya.
“Hahaha, makasih
ya Steve. Oh iya ini hadiah ulang tahun kan? Bukan hadiah Valentine?” jawabku
sedikit bercanda. “Iya, yaudah aku mau pulang dulu. Semoga sukses ya acaranya.
Bye Sulis..” ujar Steve Aku menggangguk dan kemudian kembali ke tugasku.
“Ciyee dapet coklat
nih...” goda Wisnu
“Apa sih, ini tuh
hadiah ulang tahun. Bukan hadiah Valentine !” tegasku kemudian kembali ke
ruangan lomba menulis puisi.
Acara hari ini
berjalan lancar. Pemenang lomba menulis puisi pun telah di tentukan. Aku
memberikan hadiah khusus kepada para pemenang.
“Sulis..” panggil
Ayas
“Ada apa Yas?”
jawabku
“Emm ini buat
kamu. Selamat ulang tahun ya..” katanya sambil memberikanku sebuah bungkusan
besar
“Haa? Buat aku?”
tanyaku dengan muka bingung.
“Iya, sini dulu
deh aku mau ngomong..” katanya sambil menarik tanganku dan menyuruhku duduk.
Aku menurut.
“Sebenernya udah
beberapa hari ini aku deket sama Nindy itu buat ngasih ini ke kamu. Dia bilang
ke aku apa yang kamu suka. Dan ini kata Nindy, kamu suka banget sama beruang.
Yaa aku beliin, sebagai hadiah ulang tahun kamu..”
Aku melongo.
“Aku pikir, kamu
ada something sama Nindy...” jawabku dengan muka malu
Ayas duduk di
depanku.
“Aku suka sama
kamu Sulis. Udah sejak lama, tapi aku gak terbuka akan perasaanku ini, aku cuma
cerita sama Nindy. Dia tau semuanya dan dia juga yang membantuku membelikan
boneka ini..”
Aku tercengang.
Aku kaget, tak tau mau bicara apa. Ya Allah, Ayas juga menyukai ku. Dan
ternyata seseorang dalam mimpiku itu adalah Ayas. Aku diam, terpaku dalam
kebingungan.
Tapi ternyata
Steve melihat kejadian itu. Ia terdiam dan kemudian duduk. Aku meliriknya, ku
lihat mukanya tampak sedih. Perasaanku jadi tak menentu, aku merasa telah
melakukan kesalahan pada Steve. Aku ingin segera menghampiri Steve, aku pun
menyudahi pembicaraanku dengan Ayas.
“Aku kesana
sebentar ya Yas..”
Ku menghampiri
Steve, ia menangis.
Ku panggil
namanya,
“Steve..”
Steve menoleh.
Matanya basah, seperti habis meneteskan air matanya. Ia menangis, ya Allah apa
aku salah membuatnya menangis..
“Aku salah udah
nyimpen rasa sama kamu, aku sadar aku gak akan pernah bisa pacaran sama kamu.
Ayas lebih baik buat kamu..” katanya
“Gak gitu Steve,
aku sama Ayas cuma temenan aja kok. Gak ada hubungan apa-apa. Aku bertemen sama
siapa aja kok..” jawabku sambil duduk di sebelahnya
“Tapi aku gak
salah kan kalo sayang sama kamu? Aku gak salah kan kalo aku suka sama kamu? Aku
gak salah kalo aku kagum sama kamu?”
Aku terdiam.
“Aku dulu pernah
bilang kan, tentang perbedaan agama. Mungkin lebih baik kita sahabatan. Lagian
juga aku gak mau pacaran dulu, aku milih berteman sama siapa pun itu. Sama
seperti halnya Ayas, aku gak berharap lebih sama dia, jujur aku memang
menyukainya, tapi yasudahlah aku gak terlalu memikirkan perasaan itu..” kataku
Steve terdiam.
“Maaf udah suka
sama kamu. Maaf udah berharap sama kamu..” dan kemudian berdiri.
“Gak ada yang
salah kalo masalah perasaan Steve, kita tetep jadi sahabat. Jangan sedih ya,
anggep aja masalah ini gak pernah ada..” ujarku pada Steve
“Yaudah Lis, tapi
aku rasa kamu cocok sama Ayas. Aku tadi gak langsung pulang, aku lagi pengen
ngeliat kamu ngapain aja di sekolah. Eh aku lihat kamu lagi berdua sama
Ayas. Sedih, tapi yaudah aku pulang beneran deh sekarang, see u Sulis..”
katanya kemudian berlalu
“Iya. Hati-hati
dijalan ya..” kataku pada Steve.
Ayas masih
menungguku ditempat yang tadi. Aku kembali menghampirinya.
“Abis ngapain?”
tanya Ayas
“Nothing. Oh iya
tadi kamu ngomong gitu maksudnya apa?”
“Gak ada maksud
apa-apa. Aku cuma pengen kamu tau aja apa yang aku rasain ke kamu. Lagian juga
aku gak mau pacaran karena dalam islam pun gak ada pacaran itu. Suatu saat
nanti aku akan minang kamu. Aku kesana dulu ya..” katanya kemudian berlalu.
Aku masih
mematung. Memikirkan perkataan Ayas tadi, ya Allah apa dia bersungguh-sungguh
mengatakan seperti itu? Suatu saat nanti waktu akan menjawab semuanya.. Acara
hari ini pun telah usai. Aku kembali ke rumah. Di rumah aku menelepon Nindy dan
menceritakan semuanya. Ulang tahunku yang ke tujuhbelas ini sungguh berkesan,
aku mendapatkan banyak hikmah dari semuanya. Dari mulai aku mendapat kejutan
dari Steve yang menyatakan sayangnya padaku, namun pada akhirnya kami
memutuskan untuk bersahabat. Kemudian Ayas, cowok yang aku sukai pun menyatakan
perasaan yang sama padaku, tapi benar katanya islam tak mengajarkan pacaran.
Aku bersahabat dengan semuanya.
Steve pun sekarang
lebih mengerti adanya perbedaan di antara sesama manusia. Tapi lama kelamaan
semua perbedaan itu terasa menghilang bersama semua senyuman yang terpancar
dari kami semua.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar